Jacobus Hubertus Menten (56) sudah memasuki usia maksimal sebagai penambang batu bara yang ditetapkan Dinas Pertambangan. Dia harus pensiun setelah lebih dari 20 tahun bertugas di Indonesia dan kembali ke Belanda menikmati hidup sebagai lansia.�
Namun, kecintaan terhadap dunia tambang membuatnya enggan melakukan itu. Dia ingin mengeksplorasi Kalimantan. Menten berpikir, siapa tahu bisa mendapat batu bara dan mengambil banyak keuntungan sebanyak mungkin dari perusahaan yang dia bakal dirikan.
Maka, pada 2 Desember 1882, setelah mendapat izin dari Sultan Kutai, dia keluar dari zona nyaman dan menjelajahi hutan-hutan Kalimantan.
Tak mudah bagi Menten menyusuri hutan tropis sendirian. Sepanjang jalan, pohon besar menghalangi langkah dan banyak akar-akar pohon yang menyembul keluar bergelantungan. Belum lagi, dia juga harus selalu waspada mengingat banyak sekali hewan liar yang sewaktu-waktu menerkam pria kelahiran 1832 itu.
Semua tantangan membuat Menten ingin menyerah. Namun, semangat tinggi selalu mematahkan perasaan itu. Sampai akhirnya, suatu waktu, terjadi peristiwa yang mengubah jalan hidupnya.
Saat berjalan membelah hutan, dia melihat ada batu yang mengeluarkan cairan. Cairan itu berwarna coklat dan kental. Usai dilihat secara seksama, dia langsung mengetahui bahwa cairan tersebut adalah harta karun bernilai tinggi yang lebih tinggi dari sekedar batu bara, yakni emas hitam alias minyak bumi.
“Perhatian Menten langsung teralihkan dari batu bara ke minyak bumi,” tulis F. C. Gerretson dalam History of Royal Dutch, Volume 3 (1958).
Menten sudah tak asing dengan harta karun tersebut. Pada 1683, dia jadi orang pertama yang menemukan keberadaan minyak di Delta Mahakam. Namun, kala itu, penemuan langsung digarap oleh Dinas Pertambangan. Menten hanya dapat keuntungan sedikit.
Kini kondisi berbeda. Dia sudah pensiun dan tak terikat dengan siapapun. Maka, seluruh kegiatan eksplorasi dikendalikan penuh olehnya. Meski begitu, proses pengeboran tak bisa dilaksanakan karena tidak ada modal dan belum dapat izin.
Dalam East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy (2018) diceritakan, Menten kemudian mencari sponsor. Kebetulan, perusahaan Inggris, Shell Transport and Trading Ltd, menyumbang uang 1200 poundsterling untuk pengeboran minyak di titik temuan Menten.
Dari uang tersebut, Menten mendirikan perusahaan sendiri bernama Nederlandsch Indische Industrie en Handel Maatschappij (NHIM). Setelahnya, dia membawa ratusan pekerja untuk mengebor tanah. Beberapa bulan kemudian, hasilnya sesuai prediksi. Di titik temuan, keluar harta karun minyak bumi yang sangat melimpah.
Pada titik ini, keputusan Menten menunda pensiun terbukti tidak salah. Dia menjadi kaya raya dan semakin kaya seiring tingginya permintaan minyak ke Eropa yang mencapai 32.000 barel per tahun.
Ita Syamtasiyah Ahyat dalam Kesultanan Kutai 1825-1910: Perubahan Politik dan Ekonomi akibat Penetrasi Kekuasaan Belanda (2013) menceritakan, hidup Menten seketika berubah. Dia benar-benar pensiun dan pulang kampung ke Belanda dengan penuh kenikmatan. Sampai wafat pada 9 Januari 1920 atau saat usia 88 tahun, dia selalu menerima uang banyak tanpa harus melakukan apa-apa sebab mendapat hasil konsesi dari Kalimantan.
Sejarah kemudian mencatat bukan hanya Menten yang mengalami perubahan hidup, tapi juga seisi Pulau Kalimantan. Berkat temuan Menten, banyak perusahaan asing mencari minyak di Pulau Khatulistiwa itu. Dampaknya muncul kota-kota baru seperti Kutai Kartanegara dan Balikpapan yang jadi pusat ekonomi dan kegiatan masyarakat. Kini, di antara dua kota itu, berdiri Ibu Kota Nusantara.�