Polemik pemaknaan pasal 71 UU Pilkada

Polemik pemaknaan pasal 71 UU Pilkada

Ilustrasi Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 (ANTARA/HO)

Salah seorang anggota DPRD di Sulawesi Tengah, saat ngopi pagi di salah satu warung kopi di Kota Palu menyampaikan bahwa dirinya tidak dapat mengikuti kegiatan kampanye sebagai tim kampanye pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada serentak 2024.

Sesuai dengan tahapan Pilkada serentak 2024, masa kampanye telah dimulai pada 25 September dan akan berakhir pada 23 November.

Anggota DPRD itu merasa terhambat dengan norma pasal 71 ayat (1) Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Pasal tersebut menyatakan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan kepala desa atau sebutan lain lurah, dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Pelanggaran atas ketentuan tersebut akan dikenai sanksi pidana.

Masalah inilah yang menimbulkan kekhawatiran bagi anggota DPRD untuk ikut serta dalam pelaksanaan kampanye.

Dalam konteks penalaran hukum yang wajar, tulisan ini merupakan jawaban dalam konteks hukum. Apakah ketentuan dalam pasal 71 ayat (1) UU Pilkada tersebut dapat dikualifikasikan sebagai kegiatan kampanye ataukah sebagai tindakan perbuatan pemerintahan.

Dalam kerangka hukum pemilu, sebenarnya yang paling penting adalah bagaimana perangkat hukum pemilu memberikan keadilan pemilu dan kepastian hukum.

Pertanyaannya adalah apakah ketentuan pasal 71 ayat (1) UU tersebut merupakan kategori kegiatan kampanye ataukah merupakan perbuatan tindakan pemerintahan?

Dalam pengalaman sebagai penyelenggara pemilu selama 10 tahun di KPU Provinsi Sulawesi Tengah, saat menyelenggarakan beberapa pilkada, tidak pernah muncul polemik terkait pemaknaan ketentuan pasal tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*